Minggu, 26 April 2015

Perbuatan Manusia dan Tanggung Jawab

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
            Manusia pada hakikatnya tidak dapat hidup sendiri. Sejak dilahirkan sampai meninggal, manusia selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain. Dalam hubungannya dengan manusia lain, manusia akan berusaha untuk menyesuaikan diri agar kehidupannya tidak diganggu dan mengganggu manusia lain. Namun demikian, dalam hubungan antara manusia lain tersebut tidak selalu terjadi kesesuaian. Seringkali timbul pertentangan-pertentangan kepentingan antara manusia yang satu dengan yang lain.[1]
            Dalam kehidupan manusia disadari bahwa yang benar, yang indah dan yang baik itu menyenangkan, membahagiakan, menenteramkan, dan memuaskan manusia. Sebaliknya, yang salah, yang jelek, dan yang buruk itu menyengsarakan, menyusahkan, menggelisahkan, dan membosankan manusia. Dari dua sisi yang bertolak belakang ini, manusia adalah sumber penentu yang menimbang, menilai, memutuskan untuk memilih yang paling menguntungkan (nilai moral).[2]
            Pada dasarnya manusia dan tanggung jawab itu berada dalam satu naungan atau berdampingan. Tanggung Jawab adalah suatu kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya baik disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung Jawab juga berarti berbuat sebagai wujudan atas perbuatannya. Setiap manusia memiliki tanggung jawab masing-masing. Diantaranya tanggung jawab seorang pelajar atau mahasiswa akan belajar, tanggung jawab seorang dosen kepada mahasiswa atau mahasiswinya, tanggung jawab seorang presiden kepada negara dan rakyatnya, tanggung jawab seorang ayah kepada istri dan anak-anaknya, dan tanggung jawab manusia kepada Tuhan yang telah Menciptakan kita.[3]
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud perbuatan manusia dan tanggungjawab?
2.      Bagaimana hubungan antara kebutuhan nanusia dan kerja?
3.      Bagaimana hubungan kerja dengan profesi?

C.    TUJUAN
1.      Mengetahi apa yang dimaksud perbuatan manusia dan tanggungjawab?
2.      Mengetahui hubungan antara kebutuhan nanusia dan kerja?
3.      Mengetahui hubungan kerja dengan profesi?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    PERBUATAN MANUSIA DAN TANGGUNGJAWAB
Perbuatan manusia seutuhnya adalah perbuatan yang dilandasi oleh akal yang menyatakan benar atau salah, rasa yang menyatakan baik atau buruk, dan karsa menyatakan pilihan berdasarkan kehendak bebas. Kehendak bebas adalah kesadaran, dan kesadaran adalah suara hati nurani. Hati nurani selalu menyuarakan yang baik, benar, dan bermanfaat. Oleh karena itu, perbuatan yang memenuhi ketiga unsur ini disebut “perbuatan moral” yaitu perbuatan yang bersumber pada hati nurani yang selalu baik, benar dan bermanfaat.[4]
Tanggung jawab menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya.
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai wujudan kesadaran akan kewajibannya. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang bertanggung jawab. Disebut demikian karena manusia, selain merupakan makhluk individual dan makhluk sosial, juga merupakan makhluk Tuhan. Manusia memiliki tuntutan yang besar untuk bertanggung jawab mengingat ia mementaskan sejumlah peranan dalam konteks sosial, individual ataupun teologis.[5]
Berikut ini merupakan beberapa jenis tanggung jawab, yaitu :[6]
1.        Tanggung Jawab Terhadap Diri Sendiri
Tanggung jawab terhadap diri sendiri itu menuntut kesadaran akan diri kita untuk memenuhi kewajiban sendiri dan mengembangkan kepribadian sebagai manusia pribadi. Apa yang telah kita lakukan harus menerima resikonya sendiri.
2.        Tanggung Jawab Terhadap Keluarga
Keluarga merupakan masyarakat kecil. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung jawab ini menyangkut nama baik keluarga, tetapi tanggung jawab juga merupakan kesejaterahaan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan. Sebagai anggota keluarga kita harus saling menjaga nama baik keluarga dengan sikap dan perbuatan yang kita lakukan di dalam kehidupan bermasyarakat.
3.        Tanggung Jawab Terhadap Masyarakat
Pada hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain karena manusia kedudukannya sebagai makhluk sosial yang membutuhkan manusia lain maka kita harus berkomunikasi dengan manusia lain tersebut. Berinteraksi di dalam suatu kehidupan masyarakat sangat dibutuhkan karena itu bisa membuat kita saling mengenal satu dengan yang lainnya.
4.        Tanggung Jawab Kepada Bangsa / Negara
Suatu kenyataan lagi bahwa tiap manusia, tiap individu adalah suatu warga negara. Dalam berpikir, berbuat, bertindak, dan bertingkah laku manusia terikat oleh norma-norma yang di buat oleh negara. Manusia tidak dapat berbuat semaunya sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah maka ia harus bertanggung jawab kepada Negara atas apa yang telah ia perbuat. Kita harus menjaga nama baik bangsa dan negara kita sendiri dengan prestasi-prestasi anak bangsa.
5.        Tanggung Jawab Terhadap Tuhan
Tuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab, melainkan untuk mengisi kehidupan manusia agar tanggung jawab langsung terhadap Tuhan. Sehingga tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukuman-hukuman Tuhan yang dituangkan dalam berbagai kitab suci melalui berbagai macam jenis agama. Menerima hukuman di akhirat nanti atas apa yang telah kita lakukan selama hidup di dunia ini.

B.     KEBUTUHAN MANUSIA DAN KERJA
Pada dasarnya kebutuhan manusia diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu:[7]
a)        Kebutuhan ekonomi yang bersifat material, untuk kesehatan dan keselamatan jasmani, seperti pakaian, makanan, perumahan;
b)        Kebutuhan psikis yang bersifat immateriil, untuk kesehatan dan keselamatan rohani, seperti pendidikan, hiburan, penghargaan, agama;
c)        Kebutuhan biologis yang bersifat untuk mewujudkan keluarga dan kelangsungan hidup generasi secara turun-temurun seperti perkawinan, berumah tangga;
d)       Kebutuhan pekerjaan yang bersifat praktis, untuk mewujudkan ketiga jenis kebutuhan di atas, seperti perusahaan, profesi.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut di atas dapat dipenuhi dengan baik dan sempurna apabila manusia individual itu berhubungan dengan lingkungan alam dan masyarakat, serta didukung oleh faktor:[8]
a.         Kemauan kerja keras (nilai moral)
b.        Kemampuan intelektual (nilai kebenaran)
c.         Sarana penunjang (nilai kegunaan)
Berkaitan dengan profesi hukum, maka kebutuhan manusia untuk memperoleh layanan hukum juga termasuk dalam lingkup dimensi budaya perilaku manusiawi yang dilandasi oleh nilai moral dan nilai kebenaran. Atas dasar ini, maka beralasan bagi pengemban profesi hukum untuk memberikan layanan bantuan hukum sebaik-baiknya kepada klien yang membutuhkan.

C.    HUBUNGAN KERJA DAN PROFESI
Menurut Liliana Tedjosaputro, agar suatu lapangan kerja dapat dikategorikan sebagai profesi, diperlukan:[9]
1.        Pengetahuan
2.        Penerapan keahlian (competence of application)
3.        Tanggung jawab sosial (social responsibility)
4.        Self control
5.        Pengakuan oleh masyarakat (social sanction)
Selain pendapat Liliana Tedjosaputro di atas, menurut Brandels yang dikutip oleh A. Pattern Jr., untuk dapat disebut sebagai profesi, pekerjaan itu sendiri harus mencerminkan adanya dukungan berupa:
1.        Ciri-ciri pengetahuan (intellectual character);
2.        Diabdikan untuk kepentingan orang lain;
3.        Keberhasilan tersebut bukan didasarkan pada keuntungan finansial;
4.        Keberhasilan tersebut antara lain menentukan berbagai ketentuan yang merupakan kode etik, serta pula tanggung jawab dalam memajukan dan penyebaran profesi yang bersangkutan;
5.        Ditentukan adanya standar kualifikasi profesi.
Sejalan dengan pandangan Brandels di atas, Daryl Koehn mengatakan bahwa meskipun kriteria untuk menentukan siapa yang memenuhi syarat sebagai profesional amat beragam, ada lima ciri yang kerap disebut kaum profesional sebagai berikut:
1.        Mendapatkan izin dari negara untuk melakukan suatu tindakan tertentu;
2.        Menjadi anggota organisasi/pelaku-pelaku yang sama-sama mempunyai hak suara yang menyebarluaskan standar dan/atau cita-cita perilaku yang saling mendisiplinkan karena melanggar standar itu;
3.        Memiliki pengetahuan atau kecakapan “esoterik” (yang hanya diketahui dan dipahami oleh orang-orang tertentu saja) yang tidak dimiliki oleh anggota-anggota masyarakat lain;
4.        Memiliki otonomi dalam melaksanakan pekerjaan mereka, dan pekerjaan itu tidak amat dimengerti oleh masyarakat yang lebih luas;
5.        Secara publik di muka umum mengucapkan janji untuk memberi bantuan kepada mereka yang membutuhkan dan akibatnya mempunyai tanggung jawab dan tugas khusus, yang tidak mengucapkan janji ini tidak terikat pada tanggung jawab dan tugas khusus tersebut.
Berkaitan dengan pendapat di atas, dalam Piagam Baturaden yang dihasilkan oleh pertemuan para advokat tanggal 27 Juni 1971, telah dirumuskan tentang unsur-unsur untuk dapat disebut profession, yaitu
a.         Harus ada ilmu (hukum) yang diolah di dalamnya;
b.        Harus ada kebebasan, tidak boleh ada dicust verhouding (hubungan dinas) hierarkis;
c.         Mengabdi kepada kepentingan umum, mencari nafkah tidak boleh menjadi tujuan;
d.        Ada clienten-verhouding, yaitu hubungan kepercayaan di antara advokat dan klient;
e.         Ada kewajiban merahasiakan informasi dari klient dan perlindungan dengan hak merahasiakan itu oleh undang-undang;
f.         Ada immuniteit terhadap penuntutan tentang hak yang dilakukan di dalam tugas pembelaan;
g.        Ada kode etik dan peradilan kode etik (tuchtrechtspraak);
h.        Ada honorarium yang tidak perlu seimbang dengan hasil pekerjaan atau banyaknya usaha atau pekerjaan yang dicurahkan (orang tidak mampu harus ditolong tanpa biaya dan dengan usaha yang sama).



BAB III
KESIMPULAN

Perbuatan manusia seutuhnya adalah perbuatan yang dilandasi oleh akal yang menyatakan benar atau salah, rasa yang menyatakan baik atau buruk, dan karsa menyatakan pilihan berdasarkan kehendak bebas. Kehendak bebas adalah kesadaran, dan kesadaran adalah suara  hati nurani. Hati nurani selalu menyuarakan yang baik, benar, dan bermanfaat. Oleh karena itu, perbuatan yang memenuhi ketiga unsur ini disebut “perbuatan moral” yaitu perbuatan yang bersumber pada hati nurani yang selalu baik, benar dan bermanfaat.
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai wujudan kesadaran akan kewajibannya. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang bertanggung jawab. Disebut demikian karena manusia, selain merupakan makhluk individual dan makhluk sosial, juga merupakan makhluk Tuhan. Manusia memiliki tuntutan yang besar untuk bertanggung jawab mengingat ia mementaskan sejumlah peranan dalam konteks sosial, individual ataupun teologis.
Hubungan kebutuhan manusia dan kerja: berkaitan dengan profesi hukum, maka kebutuhan manusia untuk memperoleh layanan hukum juga termasuk dalam lingkup dimensi budaya perilaku manusiawi yang dilandasi oleh nilai moral dan nilai kebenaran. Atas dasar ini, maka beralasan bagi pengemban profesi hukum untuk memberikan layanan bantuan hukum sebaik-baiknya kepada klien yang membutuhkan.
Hubungan kerja dengan profesi: menurut Liliana Tedjosaputro, agar suatu lapangan kerja dapat dikategorikan sebagai profesi, diperlukan:
1.        Pengetahuan
2.        Penerapan keahlian (competence of application)
3.        Tanggung jawab sosial (social responsibility)
4.        Self control
5.        Pengakuan oleh masyarakat (social sanction)




[1] Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu: 2003, Semarang, hlm. 1.
[2] Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti: 2006, Bandung, hlm. 2.
[4] Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti: 2006, Bandung, hlm. 39.
[7]Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika: 2006, Jakarta, hlm. 3.
[8] I Gede A.B. Wiranata, Dasar-Dasar Etika dan Moralitas, Citra Aditya Bakti: 2005, Bandung, hlm. 26.
[9]Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika: 2006, Jakarta, hlm. 16.

Perbuatan Manusia dan Tanggung Jawab

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
            Manusia pada hakikatnya tidak dapat hidup sendiri. Sejak dilahirkan sampai meninggal, manusia selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain. Dalam hubungannya dengan manusia lain, manusia akan berusaha untuk menyesuaikan diri agar kehidupannya tidak diganggu dan mengganggu manusia lain. Namun demikian, dalam hubungan antara manusia lain tersebut tidak selalu terjadi kesesuaian. Seringkali timbul pertentangan-pertentangan kepentingan antara manusia yang satu dengan yang lain.[1]
            Dalam kehidupan manusia disadari bahwa yang benar, yang indah dan yang baik itu menyenangkan, membahagiakan, menenteramkan, dan memuaskan manusia. Sebaliknya, yang salah, yang jelek, dan yang buruk itu menyengsarakan, menyusahkan, menggelisahkan, dan membosankan manusia. Dari dua sisi yang bertolak belakang ini, manusia adalah sumber penentu yang menimbang, menilai, memutuskan untuk memilih yang paling menguntungkan (nilai moral).[2]
            Pada dasarnya manusia dan tanggung jawab itu berada dalam satu naungan atau berdampingan. Tanggung Jawab adalah suatu kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya baik disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung Jawab juga berarti berbuat sebagai wujudan atas perbuatannya. Setiap manusia memiliki tanggung jawab masing-masing. Diantaranya tanggung jawab seorang pelajar atau mahasiswa akan belajar, tanggung jawab seorang dosen kepada mahasiswa atau mahasiswinya, tanggung jawab seorang presiden kepada negara dan rakyatnya, tanggung jawab seorang ayah kepada istri dan anak-anaknya, dan tanggung jawab manusia kepada Tuhan yang telah Menciptakan kita.[3]
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud perbuatan manusia dan tanggungjawab?
2.      Bagaimana hubungan antara kebutuhan nanusia dan kerja?
3.      Bagaimana hubungan kerja dengan profesi?

C.    TUJUAN
1.      Mengetahi apa yang dimaksud perbuatan manusia dan tanggungjawab?
2.      Mengetahui hubungan antara kebutuhan nanusia dan kerja?
3.      Mengetahui hubungan kerja dengan profesi?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    PERBUATAN MANUSIA DAN TANGGUNGJAWAB
Perbuatan manusia seutuhnya adalah perbuatan yang dilandasi oleh akal yang menyatakan benar atau salah, rasa yang menyatakan baik atau buruk, dan karsa menyatakan pilihan berdasarkan kehendak bebas. Kehendak bebas adalah kesadaran, dan kesadaran adalah suara hati nurani. Hati nurani selalu menyuarakan yang baik, benar, dan bermanfaat. Oleh karena itu, perbuatan yang memenuhi ketiga unsur ini disebut “perbuatan moral” yaitu perbuatan yang bersumber pada hati nurani yang selalu baik, benar dan bermanfaat.[4]
Tanggung jawab menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya.
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai wujudan kesadaran akan kewajibannya. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang bertanggung jawab. Disebut demikian karena manusia, selain merupakan makhluk individual dan makhluk sosial, juga merupakan makhluk Tuhan. Manusia memiliki tuntutan yang besar untuk bertanggung jawab mengingat ia mementaskan sejumlah peranan dalam konteks sosial, individual ataupun teologis.[5]
Berikut ini merupakan beberapa jenis tanggung jawab, yaitu :[6]
1.        Tanggung Jawab Terhadap Diri Sendiri
Tanggung jawab terhadap diri sendiri itu menuntut kesadaran akan diri kita untuk memenuhi kewajiban sendiri dan mengembangkan kepribadian sebagai manusia pribadi. Apa yang telah kita lakukan harus menerima resikonya sendiri.
2.        Tanggung Jawab Terhadap Keluarga
Keluarga merupakan masyarakat kecil. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung jawab ini menyangkut nama baik keluarga, tetapi tanggung jawab juga merupakan kesejaterahaan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan. Sebagai anggota keluarga kita harus saling menjaga nama baik keluarga dengan sikap dan perbuatan yang kita lakukan di dalam kehidupan bermasyarakat.
3.        Tanggung Jawab Terhadap Masyarakat
Pada hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain karena manusia kedudukannya sebagai makhluk sosial yang membutuhkan manusia lain maka kita harus berkomunikasi dengan manusia lain tersebut. Berinteraksi di dalam suatu kehidupan masyarakat sangat dibutuhkan karena itu bisa membuat kita saling mengenal satu dengan yang lainnya.
4.        Tanggung Jawab Kepada Bangsa / Negara
Suatu kenyataan lagi bahwa tiap manusia, tiap individu adalah suatu warga negara. Dalam berpikir, berbuat, bertindak, dan bertingkah laku manusia terikat oleh norma-norma yang di buat oleh negara. Manusia tidak dapat berbuat semaunya sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah maka ia harus bertanggung jawab kepada Negara atas apa yang telah ia perbuat. Kita harus menjaga nama baik bangsa dan negara kita sendiri dengan prestasi-prestasi anak bangsa.
5.        Tanggung Jawab Terhadap Tuhan
Tuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab, melainkan untuk mengisi kehidupan manusia agar tanggung jawab langsung terhadap Tuhan. Sehingga tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukuman-hukuman Tuhan yang dituangkan dalam berbagai kitab suci melalui berbagai macam jenis agama. Menerima hukuman di akhirat nanti atas apa yang telah kita lakukan selama hidup di dunia ini.

B.     KEBUTUHAN MANUSIA DAN KERJA
Pada dasarnya kebutuhan manusia diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu:[7]
a)        Kebutuhan ekonomi yang bersifat material, untuk kesehatan dan keselamatan jasmani, seperti pakaian, makanan, perumahan;
b)        Kebutuhan psikis yang bersifat immateriil, untuk kesehatan dan keselamatan rohani, seperti pendidikan, hiburan, penghargaan, agama;
c)        Kebutuhan biologis yang bersifat untuk mewujudkan keluarga dan kelangsungan hidup generasi secara turun-temurun seperti perkawinan, berumah tangga;
d)       Kebutuhan pekerjaan yang bersifat praktis, untuk mewujudkan ketiga jenis kebutuhan di atas, seperti perusahaan, profesi.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut di atas dapat dipenuhi dengan baik dan sempurna apabila manusia individual itu berhubungan dengan lingkungan alam dan masyarakat, serta didukung oleh faktor:[8]
a.         Kemauan kerja keras (nilai moral)
b.        Kemampuan intelektual (nilai kebenaran)
c.         Sarana penunjang (nilai kegunaan)
Berkaitan dengan profesi hukum, maka kebutuhan manusia untuk memperoleh layanan hukum juga termasuk dalam lingkup dimensi budaya perilaku manusiawi yang dilandasi oleh nilai moral dan nilai kebenaran. Atas dasar ini, maka beralasan bagi pengemban profesi hukum untuk memberikan layanan bantuan hukum sebaik-baiknya kepada klien yang membutuhkan.

C.    HUBUNGAN KERJA DAN PROFESI
Menurut Liliana Tedjosaputro, agar suatu lapangan kerja dapat dikategorikan sebagai profesi, diperlukan:[9]
1.        Pengetahuan
2.        Penerapan keahlian (competence of application)
3.        Tanggung jawab sosial (social responsibility)
4.        Self control
5.        Pengakuan oleh masyarakat (social sanction)
Selain pendapat Liliana Tedjosaputro di atas, menurut Brandels yang dikutip oleh A. Pattern Jr., untuk dapat disebut sebagai profesi, pekerjaan itu sendiri harus mencerminkan adanya dukungan berupa:
1.        Ciri-ciri pengetahuan (intellectual character);
2.        Diabdikan untuk kepentingan orang lain;
3.        Keberhasilan tersebut bukan didasarkan pada keuntungan finansial;
4.        Keberhasilan tersebut antara lain menentukan berbagai ketentuan yang merupakan kode etik, serta pula tanggung jawab dalam memajukan dan penyebaran profesi yang bersangkutan;
5.        Ditentukan adanya standar kualifikasi profesi.
Sejalan dengan pandangan Brandels di atas, Daryl Koehn mengatakan bahwa meskipun kriteria untuk menentukan siapa yang memenuhi syarat sebagai profesional amat beragam, ada lima ciri yang kerap disebut kaum profesional sebagai berikut:
1.        Mendapatkan izin dari negara untuk melakukan suatu tindakan tertentu;
2.        Menjadi anggota organisasi/pelaku-pelaku yang sama-sama mempunyai hak suara yang menyebarluaskan standar dan/atau cita-cita perilaku yang saling mendisiplinkan karena melanggar standar itu;
3.        Memiliki pengetahuan atau kecakapan “esoterik” (yang hanya diketahui dan dipahami oleh orang-orang tertentu saja) yang tidak dimiliki oleh anggota-anggota masyarakat lain;
4.        Memiliki otonomi dalam melaksanakan pekerjaan mereka, dan pekerjaan itu tidak amat dimengerti oleh masyarakat yang lebih luas;
5.        Secara publik di muka umum mengucapkan janji untuk memberi bantuan kepada mereka yang membutuhkan dan akibatnya mempunyai tanggung jawab dan tugas khusus, yang tidak mengucapkan janji ini tidak terikat pada tanggung jawab dan tugas khusus tersebut.
Berkaitan dengan pendapat di atas, dalam Piagam Baturaden yang dihasilkan oleh pertemuan para advokat tanggal 27 Juni 1971, telah dirumuskan tentang unsur-unsur untuk dapat disebut profession, yaitu
a.         Harus ada ilmu (hukum) yang diolah di dalamnya;
b.        Harus ada kebebasan, tidak boleh ada dicust verhouding (hubungan dinas) hierarkis;
c.         Mengabdi kepada kepentingan umum, mencari nafkah tidak boleh menjadi tujuan;
d.        Ada clienten-verhouding, yaitu hubungan kepercayaan di antara advokat dan klient;
e.         Ada kewajiban merahasiakan informasi dari klient dan perlindungan dengan hak merahasiakan itu oleh undang-undang;
f.         Ada immuniteit terhadap penuntutan tentang hak yang dilakukan di dalam tugas pembelaan;
g.        Ada kode etik dan peradilan kode etik (tuchtrechtspraak);
h.        Ada honorarium yang tidak perlu seimbang dengan hasil pekerjaan atau banyaknya usaha atau pekerjaan yang dicurahkan (orang tidak mampu harus ditolong tanpa biaya dan dengan usaha yang sama).



BAB III
KESIMPULAN

Perbuatan manusia seutuhnya adalah perbuatan yang dilandasi oleh akal yang menyatakan benar atau salah, rasa yang menyatakan baik atau buruk, dan karsa menyatakan pilihan berdasarkan kehendak bebas. Kehendak bebas adalah kesadaran, dan kesadaran adalah suara  hati nurani. Hati nurani selalu menyuarakan yang baik, benar, dan bermanfaat. Oleh karena itu, perbuatan yang memenuhi ketiga unsur ini disebut “perbuatan moral” yaitu perbuatan yang bersumber pada hati nurani yang selalu baik, benar dan bermanfaat.
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai wujudan kesadaran akan kewajibannya. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang bertanggung jawab. Disebut demikian karena manusia, selain merupakan makhluk individual dan makhluk sosial, juga merupakan makhluk Tuhan. Manusia memiliki tuntutan yang besar untuk bertanggung jawab mengingat ia mementaskan sejumlah peranan dalam konteks sosial, individual ataupun teologis.
Hubungan kebutuhan manusia dan kerja: berkaitan dengan profesi hukum, maka kebutuhan manusia untuk memperoleh layanan hukum juga termasuk dalam lingkup dimensi budaya perilaku manusiawi yang dilandasi oleh nilai moral dan nilai kebenaran. Atas dasar ini, maka beralasan bagi pengemban profesi hukum untuk memberikan layanan bantuan hukum sebaik-baiknya kepada klien yang membutuhkan.
Hubungan kerja dengan profesi: menurut Liliana Tedjosaputro, agar suatu lapangan kerja dapat dikategorikan sebagai profesi, diperlukan:
1.        Pengetahuan
2.        Penerapan keahlian (competence of application)
3.        Tanggung jawab sosial (social responsibility)
4.        Self control
5.        Pengakuan oleh masyarakat (social sanction)




[1] Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu: 2003, Semarang, hlm. 1.
[2] Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti: 2006, Bandung, hlm. 2.
[4] Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti: 2006, Bandung, hlm. 39.
[7]Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika: 2006, Jakarta, hlm. 3.
[8] I Gede A.B. Wiranata, Dasar-Dasar Etika dan Moralitas, Citra Aditya Bakti: 2005, Bandung, hlm. 26.
[9]Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika: 2006, Jakarta, hlm. 16.