BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia
pada hakikatnya tidak dapat hidup sendiri. Sejak dilahirkan sampai meninggal,
manusia selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain. Dalam hubungannya dengan
manusia lain, manusia akan berusaha untuk menyesuaikan diri agar kehidupannya
tidak diganggu dan mengganggu manusia lain. Namun demikian, dalam hubungan
antara manusia lain tersebut tidak selalu terjadi kesesuaian. Seringkali timbul
pertentangan-pertentangan kepentingan antara manusia yang satu dengan yang lain.[1]
Dalam
kehidupan manusia disadari bahwa yang benar, yang indah dan yang baik itu
menyenangkan, membahagiakan, menenteramkan, dan memuaskan manusia. Sebaliknya,
yang salah, yang jelek, dan yang buruk itu menyengsarakan, menyusahkan,
menggelisahkan, dan membosankan manusia. Dari dua sisi yang bertolak belakang
ini, manusia adalah sumber penentu yang menimbang, menilai, memutuskan untuk
memilih yang paling menguntungkan (nilai moral).[2]
Pada
dasarnya manusia dan tanggung jawab itu berada dalam satu naungan atau
berdampingan. Tanggung Jawab adalah suatu kesadaran manusia akan tingkah laku
atau perbuatannya baik disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung Jawab juga
berarti berbuat sebagai wujudan atas perbuatannya. Setiap manusia memiliki
tanggung jawab masing-masing. Diantaranya tanggung jawab seorang pelajar atau
mahasiswa akan belajar, tanggung jawab seorang dosen kepada mahasiswa atau
mahasiswinya, tanggung jawab seorang presiden kepada negara dan rakyatnya,
tanggung jawab seorang ayah kepada istri dan anak-anaknya, dan tanggung jawab
manusia kepada Tuhan yang telah Menciptakan kita.[3]
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksud perbuatan manusia dan tanggungjawab?
2.
Bagaimana hubungan antara kebutuhan nanusia dan kerja?
3.
Bagaimana hubungan kerja dengan profesi?
C. TUJUAN
1.
Mengetahi apa yang dimaksud perbuatan manusia dan tanggungjawab?
2.
Mengetahui hubungan antara kebutuhan nanusia dan kerja?
3.
Mengetahui hubungan kerja dengan profesi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERBUATAN MANUSIA DAN
TANGGUNGJAWAB
Perbuatan manusia seutuhnya adalah perbuatan
yang dilandasi oleh akal yang menyatakan benar atau salah, rasa yang menyatakan
baik atau buruk, dan karsa menyatakan pilihan berdasarkan kehendak bebas.
Kehendak bebas adalah kesadaran, dan kesadaran adalah suara hati nurani. Hati
nurani selalu menyuarakan yang baik, benar, dan bermanfaat. Oleh karena itu,
perbuatan yang memenuhi ketiga unsur ini disebut “perbuatan moral” yaitu
perbuatan yang bersumber pada hati nurani yang selalu baik, benar dan
bermanfaat.[4]
Tanggung jawab menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia
adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab
menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul
jawab, menanggung segala sesuatunya atau memberikan jawab dan menanggung
akibatnya.
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah
laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung
jawab juga berarti berbuat sebagai wujudan kesadaran akan kewajibannya. Manusia
pada hakikatnya adalah makhluk yang bertanggung jawab. Disebut demikian karena
manusia, selain merupakan makhluk individual dan makhluk sosial, juga merupakan
makhluk Tuhan. Manusia memiliki tuntutan yang besar untuk bertanggung jawab
mengingat ia mementaskan sejumlah peranan dalam konteks sosial, individual
ataupun teologis.[5]
Berikut ini merupakan beberapa jenis tanggung jawab,
yaitu :[6]
1.
Tanggung Jawab Terhadap Diri Sendiri
Tanggung
jawab terhadap diri sendiri itu menuntut kesadaran akan diri kita untuk
memenuhi kewajiban sendiri dan mengembangkan kepribadian sebagai manusia
pribadi. Apa yang telah kita lakukan harus menerima resikonya sendiri.
2.
Tanggung Jawab Terhadap Keluarga
Keluarga
merupakan masyarakat kecil. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab
kepada keluarganya. Tanggung jawab ini menyangkut nama baik keluarga, tetapi
tanggung jawab juga merupakan kesejaterahaan, keselamatan, pendidikan, dan
kehidupan. Sebagai anggota keluarga kita harus saling menjaga nama baik
keluarga dengan sikap dan perbuatan yang kita lakukan di dalam kehidupan
bermasyarakat.
3.
Tanggung Jawab Terhadap Masyarakat
Pada
hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain karena manusia
kedudukannya sebagai makhluk sosial yang membutuhkan manusia lain maka kita
harus berkomunikasi dengan manusia lain tersebut. Berinteraksi di dalam suatu
kehidupan masyarakat sangat dibutuhkan karena itu bisa membuat kita saling
mengenal satu dengan yang lainnya.
4.
Tanggung Jawab Kepada Bangsa / Negara
Suatu
kenyataan lagi bahwa tiap manusia, tiap individu adalah suatu warga negara.
Dalam berpikir, berbuat, bertindak, dan bertingkah laku manusia terikat oleh
norma-norma yang di buat oleh negara. Manusia tidak dapat berbuat semaunya
sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah maka ia harus bertanggung jawab kepada
Negara atas apa yang telah ia perbuat. Kita harus menjaga nama baik bangsa dan
negara kita sendiri dengan prestasi-prestasi anak bangsa.
5.
Tanggung Jawab Terhadap Tuhan
Tuhan
menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab, melainkan untuk
mengisi kehidupan manusia agar tanggung jawab langsung terhadap Tuhan. Sehingga
tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukuman-hukuman Tuhan yang dituangkan
dalam berbagai kitab suci melalui berbagai macam jenis agama. Menerima hukuman
di akhirat nanti atas apa yang telah kita lakukan selama hidup di dunia ini.
B. KEBUTUHAN MANUSIA DAN
KERJA
a)
Kebutuhan ekonomi yang bersifat material, untuk kesehatan dan
keselamatan jasmani, seperti pakaian, makanan, perumahan;
b)
Kebutuhan psikis yang bersifat immateriil, untuk kesehatan dan
keselamatan rohani, seperti pendidikan, hiburan, penghargaan, agama;
c)
Kebutuhan biologis yang bersifat untuk mewujudkan keluarga dan
kelangsungan hidup generasi secara turun-temurun seperti perkawinan, berumah
tangga;
d) Kebutuhan pekerjaan yang bersifat praktis,
untuk mewujudkan ketiga jenis kebutuhan di atas, seperti perusahaan, profesi.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut di atas dapat
dipenuhi dengan baik dan sempurna apabila manusia individual itu berhubungan
dengan lingkungan alam dan masyarakat, serta didukung oleh faktor:[8]
a.
Kemauan kerja keras (nilai moral)
b.
Kemampuan intelektual (nilai kebenaran)
c.
Sarana penunjang (nilai kegunaan)
Berkaitan dengan profesi hukum, maka kebutuhan
manusia untuk memperoleh layanan hukum juga termasuk dalam lingkup dimensi
budaya perilaku manusiawi yang dilandasi oleh nilai moral dan nilai kebenaran.
Atas dasar ini, maka beralasan bagi pengemban profesi hukum untuk memberikan
layanan bantuan hukum sebaik-baiknya kepada klien yang membutuhkan.
C. HUBUNGAN KERJA DAN
PROFESI
Menurut Liliana Tedjosaputro, agar suatu
lapangan kerja dapat dikategorikan sebagai profesi, diperlukan:[9]
1.
Pengetahuan
2.
Penerapan keahlian (competence of application)
3.
Tanggung jawab sosial (social responsibility)
4.
Self control
5.
Pengakuan oleh masyarakat (social sanction)
Selain pendapat Liliana Tedjosaputro di atas,
menurut Brandels yang dikutip oleh A. Pattern Jr., untuk dapat disebut sebagai
profesi, pekerjaan itu sendiri harus mencerminkan adanya dukungan berupa:
1.
Ciri-ciri pengetahuan (intellectual character);
2.
Diabdikan untuk kepentingan orang lain;
3.
Keberhasilan tersebut bukan didasarkan pada keuntungan finansial;
4.
Keberhasilan tersebut antara lain menentukan berbagai ketentuan
yang merupakan kode etik, serta pula tanggung jawab dalam memajukan dan
penyebaran profesi yang bersangkutan;
5.
Ditentukan adanya standar kualifikasi profesi.
Sejalan dengan pandangan Brandels di atas,
Daryl Koehn mengatakan bahwa meskipun kriteria untuk menentukan siapa yang
memenuhi syarat sebagai profesional amat beragam, ada lima ciri yang kerap
disebut kaum profesional sebagai berikut:
1.
Mendapatkan izin dari negara untuk melakukan suatu tindakan
tertentu;
2.
Menjadi anggota organisasi/pelaku-pelaku yang sama-sama mempunyai
hak suara yang menyebarluaskan standar dan/atau cita-cita perilaku yang saling
mendisiplinkan karena melanggar standar itu;
3.
Memiliki pengetahuan atau kecakapan “esoterik” (yang hanya
diketahui dan dipahami oleh orang-orang tertentu saja) yang tidak dimiliki oleh
anggota-anggota masyarakat lain;
4.
Memiliki otonomi dalam melaksanakan pekerjaan mereka, dan pekerjaan
itu tidak amat dimengerti oleh masyarakat yang lebih luas;
5.
Secara publik di muka umum mengucapkan janji untuk memberi bantuan kepada
mereka yang membutuhkan dan akibatnya mempunyai tanggung jawab dan tugas
khusus, yang tidak mengucapkan janji ini tidak terikat pada tanggung jawab dan
tugas khusus tersebut.
Berkaitan dengan pendapat di atas, dalam Piagam
Baturaden yang dihasilkan oleh pertemuan para
advokat tanggal 27 Juni 1971, telah dirumuskan tentang unsur-unsur untuk dapat
disebut profession, yaitu
a.
Harus ada ilmu (hukum) yang diolah di dalamnya;
b.
Harus ada kebebasan, tidak boleh ada dicust verhouding
(hubungan dinas) hierarkis;
c.
Mengabdi kepada kepentingan umum, mencari nafkah tidak boleh
menjadi tujuan;
d.
Ada clienten-verhouding, yaitu hubungan kepercayaan di
antara advokat dan klient;
e.
Ada kewajiban merahasiakan informasi dari klient dan perlindungan
dengan hak merahasiakan itu oleh undang-undang;
f.
Ada immuniteit terhadap penuntutan tentang hak yang
dilakukan di dalam tugas pembelaan;
g.
Ada kode etik dan peradilan kode etik (tuchtrechtspraak);
h.
Ada honorarium yang tidak perlu seimbang dengan hasil pekerjaan
atau banyaknya usaha atau pekerjaan yang dicurahkan (orang tidak mampu harus
ditolong tanpa biaya dan dengan usaha yang sama).
BAB III
KESIMPULAN
Perbuatan manusia seutuhnya adalah perbuatan
yang dilandasi oleh akal yang menyatakan benar atau salah, rasa yang menyatakan
baik atau buruk, dan karsa menyatakan pilihan berdasarkan kehendak bebas.
Kehendak bebas adalah kesadaran, dan kesadaran adalah suara hati nurani. Hati nurani selalu menyuarakan
yang baik, benar, dan bermanfaat. Oleh karena itu, perbuatan yang memenuhi
ketiga unsur ini disebut “perbuatan moral” yaitu perbuatan yang bersumber pada
hati nurani yang selalu baik, benar dan bermanfaat.
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah
laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung
jawab juga berarti berbuat sebagai wujudan kesadaran akan kewajibannya. Manusia
pada hakikatnya adalah makhluk yang bertanggung jawab. Disebut demikian karena
manusia, selain merupakan makhluk individual dan makhluk sosial, juga merupakan
makhluk Tuhan. Manusia memiliki tuntutan yang besar untuk bertanggung jawab
mengingat ia mementaskan sejumlah peranan dalam konteks sosial, individual
ataupun teologis.
Hubungan kebutuhan manusia dan kerja: berkaitan
dengan profesi hukum, maka kebutuhan manusia untuk memperoleh layanan hukum
juga termasuk dalam lingkup dimensi budaya perilaku manusiawi yang dilandasi
oleh nilai moral dan nilai kebenaran. Atas dasar ini, maka beralasan bagi
pengemban profesi hukum untuk memberikan layanan bantuan hukum sebaik-baiknya
kepada klien yang membutuhkan.
Hubungan kerja dengan profesi: menurut Liliana
Tedjosaputro, agar suatu lapangan kerja dapat dikategorikan sebagai profesi,
diperlukan:
1.
Pengetahuan
2.
Penerapan keahlian (competence of application)
3.
Tanggung jawab sosial (social responsibility)
4.
Self control
5.
Pengakuan oleh masyarakat (social sanction)
[2]
Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti: 2006,
Bandung, hlm. 2.
[3]https://yogiearieffadillah.wordpress.com/2013/06/04/makalah-manusia-dan-tanggung-jawab/
Diakses pada tanggal 9 April 2014 pukul 13.54 WIB
[4]
Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti: 2006,
Bandung, hlm. 39.
[5]https://yogiearieffadillah.wordpress.com/2013/06/04/makalah-manusia-dan-tanggung-jawab/
Diakses pada tanggal 9 April 2015 pukul 13.54 WIB
[6]http://triicecsfabregas.blogspot.com/2011/11/manusia-dan-tanggung-jawab.html
Diakses pada tanggal 9 April 2015 pukul 14.00
WIB
[7]Supriadi,
Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika:
2006, Jakarta, hlm. 3.
[8] I
Gede A.B. Wiranata, Dasar-Dasar Etika dan Moralitas, Citra Aditya Bakti:
2005, Bandung, hlm. 26.
[9]Supriadi,
Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika:
2006, Jakarta, hlm. 16.